Beliau adalah Pak Kardi. Tinggal di suatu pedesaan di pelosok Gunungkidul. Pekerjaan Petani.
Untuk menopang (memperingan) aktifitas keseharianya menjalani pekerjaan sebagai seorang petani, Pak Kardi memanfaatkan sepeda motor tua miliknya. Sepeda motor itu biasa digunakan untuk mengangkut pakan ternak, mengangkut pupuk, mengangkut sebagian hasil panen dari ladang dan untuk menjangkau ladangnya yang sekarang dirasakan cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki seperti ketika beliau masih muda dulu.
Itu saja. Pak Kardi amat jarang bepergian cukup jauh dengan sepeda motor. Mobilitas Pak Kardi hanya seputar rumah dan ladang-ladangnya.
Jadi tak heran bila dalam satu bulan sepeda motor milik Pak Kardi cukup diisi bensin rata-rata 6 liter. 10 liter per bulan paling banyak. Bila pekerjaan di ladang sedang sangat sibuk.
Artinya apa?
Dalam satu bulan seorang petani kecil seperti Pak Kardi hanya menikmati subsidi BBM (bensin) paling banyak 10 X Rp 4.500,-, yakni Rp 45.000,- per bulan dengan harga bensin saat ini. Asumsi yang saya gunakan harga bensin non subsidi adalah Rp 9.000,-
Sedangkan seorang tetangga saya yang tiap hari bekerja kantoran di kota, yang berangkat dan pulang kerja menggunakan mobil pribadinya, tiap hari mengisi mobilnya dengan premium paling sedikit 20 liter. 20 liter setiap hari, coba dikalikan satu bulan. 20 X 30 X Rp 4.500,- ketemu Rp 2.700.000,- (dua juta tujuh ratus ribu rupiah)
Jadi sebenarnya seberapa banyak orang miskin seperti Pak Kardi diuntungkan dengan subsidi bensin premium sekarang ini?
Tapi nek bensin subsidi dihapus, sing wong kantoran kuwi mau mesti protes’e mengatsnamakan Pak Kardi… hoho pora?
Saya bukan ahli soal sudsidi bahan bakar ini. Tapi saya lihat persoalannya jika harga bensin dinaikkan atau subsidi dikurangi, harga-harga barang lainnya khususnya kebutuhan pokok akan ikut meningkat, itu mungkin masalahnya.
Pada kenyataannya subsidi BBM memang tidak adil, karena yg menerima justru kebanyakan dari kalangan menengah-atas. Pembatasan penggunaan BBM subsidi juga tidak memecahkan masalah. Mungkin sudah selayaknya jika subsidi BBM dihapus, tetapi subsidi dalam bentuk lain ke masyarakat menengah-bawah.
Salam
Yang pakai mobil tidak usah disubsidi, itu saja seharusnya tidak susah. Yang jual bensi tidak bersubsi ke pemilik mobil, ya dibuatkan aturan yang dijalankan secara bersungguh-sungguh.
Iya ya, banyak masyarakat kita yang sangat terbantukan dg subsidi bbm. Ntar kalau gak ada subsidinya lagi gimana? Hiksss…
tentang subsidi pernah sy tulis di sini http://bit.ly/13P13CS emang sudah selayaknya pejabat, birokrat, politisi tidak menerima subsidi. naiknya harga bbm oleh pemerintah alay sekarang hanya karena ketidakmampuan pemerintah mengelola premium bersubsidi yg banyak dinikmati kendaraan mewah sj, dan imbasnya ke rakyat kecil lagi. sudah saatnya tidak seiya sekata dg pengambil keputusan2 alayer, yg tidak populis itu.
hmm, subsidi memang seharusnya bisa meringankan beban warga menengah kebawah, hanya kadang pengelolaannya itu yang harus kita kawal pelaksanaannya, biar ga diambil sm org yg serakah. 🙂