Sedikit Cerita dari ruang penat Angkudes

Saya menggunakan sarana transportasi publik untuk mobilitas sehari hari, karena memang tidak memiliki kendaraan pribadi dan masih bertahan dengan angkutan umum. Memanfaatkan angkudes adalah pilihan sadar saya, walaupun dalam hati ini yang sebenarnya terjadi kadang juga keterpaksaan walaupun *dalam bingkai kesadaran global. Kendaraan Umum Angkudes sebagai tulang punggung mobilitas saya memang menarik dan unik ala Indonesia. Maksudnya tidak ada standarisasi yang pakem tentang seperti apa seharusnya standarisasi suatu public transport yang comply dengan safety standard, safety driving, maximum allowed load dan semua tetek bau bengek yang lain seperti yang sering kita tonton di TV dilakukan oleh negara lain. Saya tidak mengatakan bahwa kondisi seperti ini dipertahankan oleh pemerintah sebagai bagian untuk menjaga keunikan dan kekhasan Indonesia. Tetapi memang seperti inilah pengalaman saya menggunakan Angkutan Umum untuk pergi ke sawah sawah saya.

Banyak sekali hal menarik dan menjadi pengalaman unik saya. Saya berinteraksi secara sosial, secara live dengan berbagai tipe dan jenis orang. Karena saya berangkat ke sawah umumnya pada jam jam pagi sekitar jam 06:15, umumnya dalam satu armada saya berbarengan dengan anak anak sekolah, juga simbok simbok yang akan berbelanja ke pasar, dan semua orang yang perlu beraktifitas pagi Termasuk kang Blantik yang akan menjual dagangan kambingnya ke Pasar Siyono atau Penjual ayam yang berangkat membawa berikat ikat ayam ke Pasar Wonosari.Kalau sedang berbarengan kakang kakang blantik ini saya harus berhati hati. Selain pasti kostum rapi dan licin saya segera menjadi kumal dan kucel dan parfum Axes saya berganti aroma keringat prengus kambing. Bila kurang hati hati bisa bisa saja semua penumpang harus merasakan k******g kambing kambing dan t**i ayam tersebut. Yah namanya juga menggunakan transportasi umum. Kesadaran dan Keikhlasan memang menemukan ujian dalam arti sebenar benarnya.

Asap rokok, sipapaun orang yang tidak merokok pasti tidak tahan dengan asap rokok ditempat pengap semacam angkudes. Blantik Blantik bau tembakau berbumbu kemenyan ini sering kali lupa bahwa saya juga penumpang yang butuh udara sehat dan takut terserang gangguan pernafasan. Saya tidak merokok karena saya tahu bahwa rokok itu membahayakan kesehatan diri dan kesehatan lingkungan [dan juga takut kesehatan dompet saya terganggu]. Namun demikian apabila terlalu sering menjadi perokok pasif yang menghisap nikotin secara tidak langsung asap udut dari blantik blantik dan kakang kakang ini, kira kira akan seberapa banyak bedanya. Menurut majalah menjadi perokok pasif bisa lebih membahayakan.

Disiang hari yang terik, dikepulangan saya dari sawah dan harus berbagi aroma peluh dan kerinat pengap dan bau ketek para penumpang, ada seorang ibu yang dengan gelisah. Mulanya saya tidak tahu persis apa yang sedang bergejolak dalam kepalanya. Belakangan saya tahu kalau ibu itu mencemaskan anaknya yang menunjukan tanda tanda mabuk perjalanan. Si Cuplis anak si Ibu ibu, wajahnya pucat lebam sudah tidak tahan menahan rasa mual di perutnya. dah cuuuuuuuuaaaaaaaaaah. Untung muntahan itu tidak mengenai tubuh saya tetapi orang lain yang duduk disebelah. Sepertinya saat itu keberuntungan sedang berpihak pada saya. Dalam hati saya, saya bilang pada orang yang tersemprot muntahan itu “Sabar ya kang … Sabarlah” Sambil berusaha menenangkan diri karena saya sangat sensitif dengan aroma seperti ini. Berat sekali rasanya menata diri. Saya juga tahu bahwa Ibu Ibu itu berada dalam posisi yang tidak kalah susahnya dengan saya. Menahan rasa tidak enak dan malu kepada penumpang lain karena telah mengganggu kenyamanan mereka. Sementara yang saya lakukan adalah berusaha tetap tenang seolah tidak merasa terganggu dengan sedikit tersenyum. Walaupun pada pemberhentian angkudes terdekat saya segera turun.

Pengalaman menggugah yang lain terjadi pada siang yang gerah dan panas beberapa hari yang lalu. Masih di Angkudes itu, seorang tante dengan narsis dan suara lantangnya memainkan adegan telepon menelepon dikendaraan. Dilihat dari cara menelepon dan apa yang dibicarakan kedengaran bahwa ia menelepon bukan untuk sesuatu yang penting dan sekedar bercuap cuap dengan durasi yang lama. Saya sedikit melirikan mata ini kearah penumpang yang lain. Dari mimik muka mereka saya menebak bahwa mereka sama sebel seperti saya. Mungkin dalam pikiran mereka bilang “Rumangsamu kowe dewe sing due henpon karo pulsa nggo tilpon tilpon”. Walaupun dengan gaya sok penting, memang seolah apa yang dilakukan penelepon itu tidak lebih untuk mencari perhatian saja. Penumpang lain juga tahu kalau henpon si tante adalah N95. Tapi bagi yang berprasangka buruk boleh boleh saya mengprasangkai kalau henpon si tante pinjaman saja entah siapa yang meminjami. Kelihatan kok dari cara si tante menggerakan slider dan memencet pencet tombol tombolnya. Juga cara ngomong yang medok, Bahasa Indonesia kejawa jawaan.

Terserah penumpang lain yang merasa jengkel, secara pribadi saya seh tidak menyalahkan si tante. Malah malah itu merupakan cerminan untuk si diri ini yang doyan ngomong. Diri ini harus lebih banyak mengambil hikmah dari kejengkelan para penumpang angkudes itu terhadap si tante. Bahwa siapapun termasuk diri ini harus belajar dan berlatih menempatkan diri dan berhati hati. Harus bisa mapak ake awak, begitu wanti wanti simbah saya ketika masih sugeng. Sadar bahwa ditemat umum, termasuk angkutan umum kita harus berbagi dengan banyak macam orang dan mereka juga butuh kenyamanan.

Terlepas dari banyaknya suka dan duka selama berkendara umum –yang tentu saja banyak dukanya. Rasa dag dig dug ketika angkudes yang saya tumpangi mengalami kebocoran ban atau mesin tiba tiba ngadat mengancam misi saya untuk selalu on time tiba di sawah. Sopir yang main srobot sak gelem wedele dewe, penumpang yang dipadatkan dalam kendara seperti konsenstrat untuk mengejar uang setoran adalah bagian hidup saya dan merupakan pengalaman pendewasaan diri dan kesempatan untuk melihat realitas dari dekat bahkan menyentuh dan merasakanya.

Setiap satu perjalanan pergi pulang dari sawah dengan angkutan umum (tidak berkendaraan pribadi) adalah sama artinya dengan mengurangi beberapa liter Bensin yang bisa dihemat oleh bumi ini dan beberapa satuan volume polusi yang mengancam ozone dan atmosfer. Bukan berarti ingin menobatkan diri sebagai pahlawan lingkungan tetapi semua penumpang angkudes ini sebenar adalah orang orang yang tidak turut memboroskan dana subsidi BBM dan juga bukan orang yang paling banyak menyumbang CO yang memperparah pemanasan global.

Iklan

Satu komentar di “Sedikit Cerita dari ruang penat Angkudes

  1. Ping balik: What’s on your mind? « Menuliskan Sebelum Terlupakan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s