Sepi itu Bentuk Sederhana, atau sebaliknya?

Kini jam di Komputer saya sudah menunjukan sekian puluh menit lepas dari tengah malam. Bisa di bilang suasana malam ini tenang dan higienis. Disini pada malam hari hampir tidak terjadi  polusi bunyi. Istilah keren nya ber noise level rendah. Entah, saya lupa, kalau dalam Fisika sepi malam – malam di desa seperti ini diproyeksikan berapa dB (desiBell), yang jelas sangat beda dengan tingkat kebisingan dimana disiang hari saya buruh untuk menyambung kehidupan. Bedanya lagi, disini, sepi ini aseli tanpa rekayasa. 😀

Bagi saya, sepi itu terasakan sederhana. Dan Sederhana itu membuat saya saat ini masih tetap bersemangat untuk menulis blog. Sepi itu tidak cepat lelah. 😀 Entah benar atau tidak apa kata saya mengataan bahwa sepi itu sederhana. Sekarang ijinkan saya untuk sedikit mengarang.

Sepi berarti semakin sedikit masukan informasi ke dalam diri.

Entah informasi itu masuk melalui pintu telinga, pintu mata, pintu hidung, atau pintu belakang, pokoknya masuk begitu saja dengan cara yang tidak mudah dikendalikan. Masukan Informasi itu penting, meski kita tidak akan pernah memerlukan semua informasi. Informasi yang tidak bermanfaat mungkin semacam sampah (junk). Informasi yang mengganggu mungkin berbentuk noise. Informasi – Informasi yang seringkali porsinya jauh lebih banyak itulah menjadi pekerjaan kita untuk menyeleksi dan menyingkirkanya. Membuang yang tidak diperlukan ke keranjang sampah recycle bin. Kali saja suatu saat baru kita memerlukan.

Pekerjaan menyaring dan memilah informasi itu bukannya tanpa memerlukan tenaga. Hanya karena sudah berjalan sejak lama dan otomatis, kita jadi tidak benar benar menyadarinya. Sementara tadi dari hasil seleksi informasi, kita lebih lanjut meneruskan informasi – informasi itu ke tingkat selanjutnya sesuai apa yang menjadi kebutuhan kita pada saatnya.

Pada setiap kebutuhan, Informasi kadang dan sering tidak datang serta merta. Informasi tertentu perlu di cari dan di gali. Jadinya untuk sesuatu, dalam waktu bersamaan, kita mengerjakan dua hal, mencari informasi  dan memilah input yang tak berguna. Baik memilah maupun mencari  bisa sama melelahkannya. Nah ketika tiba saatnya suasana sepi, apa informasi yang mesti kita singkirkan menjadi semakin sedikit. Kita lebih bisa berfokus pada apa yang benar – benar kita cari dan menyiapkan energi cadangan untuk proses di tingkat selanjutnya.

Jadi sepi itu ….

Tapi kok saya malah semakin complicated ngelanturnya. Ya, sudahlah. Sepertinya meski belum terasa lelah lelah amat, sebaiknya saya segera istirahat dan menyudahi mengarang kali ini. Selamat Malam ehhh Selamat Pagi!

2 komentar di “Sepi itu Bentuk Sederhana, atau sebaliknya?

  1. Sepi ing pamrih rame ing gawe, wulangane
    pak guru biyen…
    Ngomong2 soal sepi… ternyata sepi itu tak terkait dengan tempat ataupun waktu…
    Tapi sebenar2nya sepi itu terletak di dasar hati….wis ora kemrungsung.
    Ga percaya???
    Silahkan cari tempat yang paing sepi atau waktu yang paling sepi…… ternyata banyak sekali kegaduhan dari dimensi antah berantah….
    salam sepi, he he…

    • ki ngabehi; saya sepakat. Meski situasi bisa membantu mengkondisikan,tp dalam banyak hal, sepi* itu merupakan kondisi yang terbentuk atas pilihan sikap kita, ketika dalam banyak kesempatan kita diposisikan secara berhadap hadapan dengan banyak hal.

      mungkin kita bisa berada di tempat yg secara fisik sepi; tetapi mungkin sikap kita masih harus menghadapi jalan bantu dan dead line pekerjaan yg ketat tidak bisa di tawar. Atau keluarga kita ada yang sedang menderita dan kita tidak cukup kuasa membantu.

      kata orang, entah benar atau tidak, kemampuan untuk menemukan sepi/ => tenang itu linier dgn tk kedewasaan seseorang, lebih khusus nya kemampuan memberikan sikap terbaik terhadap ada yg terjadi dan menimpa

Tinggalkan komentar