Murah itu relatif. Bagi saya yang mutlak adalah yang mahal-mahal. Apalagi untuk urusan perut saya yang siap menampung apa saja dan lidah dengan indra pengecapan yang seolah punya pengaturan batas ambang rasa enak yang bisa disesuaikan kapan saja sesuai kebutuhan. Sederhanya dengan “pengaturan” itu saya merasa tidak harus mengeluarkan uang lebih dan repot untuk urusan makan.
Seperti ketika suatu kali saya menunggu keberangkatan kereta api Gajayana menuju Jakarta di Stasiun Tugu – Yogyakarta. Demi alasan kepraktisan, saya memilih makan malam di dalam lingkungan stasiun. Makan di luar stasiun kadang bisa membawa kerepotan tersendiri bila waktu keberangkatan kereta tidak cukup senggang. Saat itu kereta berangkat pukul 20:30 WIB. Sehabis Isya tentu saya tidak punya banyak pilihan bila memilih makan keluar. Pilihan saya adalah Resto di sebelah selatan deretan kursi tunggu utara. Maaf lupa nama restonya 😀
Saya memilih resto itu alasannya sederhana saja. Saya melihat di daftar menu yang ditempel terdapat kata “Sop Buntut”. Pikir saya, ini lumayan untuk makan malam. Toh nanti kalau lapar lagi bisa memesan makanan di kereta Gajayana.
Sekitar pukul delapan malam, Resto itu sepi. Seingat saya, kami berdua satu-satunya yang duduk di kursi dan memesan makan malam. Kami memesan Sop Buntut dan Teh Panas. Kedua jenis pesanan kami, Sop Buntut dan Teh Panas datang bersamaan. Padahal kami ingin Teh Panas datang lebih dulu. AC di ruang makan itu terlalu dingin bila pesanan sop tidak kunjung datang. Baca lebih lanjut