Ketika pagi ini hujan tidak juga kunjung reda dan sepertinya kemalasan memberikan rekomendasi agar saya tidak keluar rumah. Mungkin kemalasan cukup tahu kalau saya terlalu sering kehujanan akan mengundang flu dan pilek bertamu ke rumah. Baiklah hari ini memang saya tidak keluar rumah dengan menghabiskan waktu untuk melanjutkan membaca novel : Deception Point karya Dan Brown. Terjemahan bebasnya kira kira adalah Titik Muslihat.
Saat ini saya telah membaca sampai halaman ke 108 dari buku setebal lebih dari 500 halaman. Memang, saya cukup lambat membaca tiap tiap halaman dari buku ini karena banyaknya istilah istilah dan kosa kata baru dimana saya harus mencari tahu penjelasanya dengan bantuan kamus. Membaca demi halaman dalam buku ini seolah saya sedang keluar dari dunia saya, berjalan jalan ke alam dengan atmosfer geologi dan astronomi dimana saya harus belajar dari awal untuk mengenal batuan, meteorit, kutup utara, pencairan glacier sampai ke teknologi canggih seperti Earth Observng System dan PODS — the Polar Orbitting Density Scanner yang dikembangkan oleh NASA dan NRO.
Dan Brown mengkontruksi novel ini dengan mengolah besarnya anggaran yang dihabiskan NASA untuk membiaya proyek proyek riset berbiaya tinggi termasuk ekspedisi luar angkasa namun demikian seiring dengan penggelontoran dana yang besar ke agensi ini, NASA dianggap gagal dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Amerika Serikat dan kemanusiaan pada umumnya. Bahkan NASA dipandang miring sebagai alat untuk kepentingan Politik pihak pihak tertentu termasuk untuk keperluan spionase. Lebih lanjut krisis yang dialami NASA secara cermat dimanfaatkan oleh Senator Sexton sebagai bola panas yang dilemparkan ke publik untuk memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat. Issu mengenai NASA segera merebut perhatian publik termasuk kegelisahan Presiden Zach Herney yang dalam banyak hal telah mendukung kegiatan dan eksistensi NASA dengan banyak cara termasuk alokasi anggaran.
Dalam membangun sebuah kisah triller, kemampuan Brown memang pantas mendapat acungan dua jempol, kehadiran banyak hal tak terduga dan narasi yang efisien telah terbukti membuat banyak karya Dan Brown tampil dalam rak Best Seller di toko toko buku. Hanya saja, mungkin karena sebelum membaca Deception Point ini saya terkesima dengan The Digital Fortress yang bertempo cepat bahkan banyak bab yang tertuang singkat dalam selembar halaman. Narasi Deception Poin terasakan bertele tele dan tidak stream lined, setidaknya hal ini saya rasakan sampai halaman 108. Saya tidak tahu apa maksud Brawn, ataukah dia sedang memberi kesempatan pembaca untuk belajar tentang geologi dan menikmati betapa kompleks suatu penemuan Ilmiah dalam bidang Geologi dan Astromi.
Kalau memang demikian maksud Brown, memang apa yang terjadi pada saya sekarang ini adalah belajar bahasa dan dunia baru dalam Science tentang Geologi dan Astromi. Keterkaitan *Penemuan Ilmiah* dengan banyak kepentingan termasuk kepentingan kekuasaan dan Politik serta Ekonomi dan Egoisme mengingatkan saya tentang Buku Richard Feynmen yang berjudul Scientific Integrity. Adakah kira kira saat dimana Science menemukan dirinya sebagai sosok yang Mandiri bebas dari Kepentingan Kepentingan selain Kepentingan Pencarian Kebenaran Sejati dan Kemaslahatan bagi Kemanusiaan?
[ Melanjutkan membaca lagi, mudah mudahan besok bisa menuliskan lagi review saya disni]