Saya berbuka puasa dengan sebotol Pocari Sweat, kemudian shalat Maghrib berjamaah di Mushala di Jogja Digital Valley. Sore itu saya masih berpuasa Syawal ketika melanjutkan ngobrol-ngobrol tentang Hackathon at Istana dengan kawan-kawan developer. Tidak langsung makan, selesai Maghrib saya menghubungi kawan saya yang lain, Ifan dan kawan-kawan untuk makan sate. Saya langsung menuju ke sekitar Jalan Imogiri Timur Km 7.5. Daerah Jejeran yang tersohor dengan Sate Klathaknya.
Ini sekaligus untuk menuntaskan hasrat saya mencicipi Sate Klathak yang lama terpendam. Ifan menolak ketika melalui Whatsapp saya tawari Sate Klathak “Pak Pong”. Padahal “Pak Pong” dibenak saya adalah bayangan surga pengecapan. Menurut Ifan, ada Sate Klathak yang lebih enak sekaligus tempatnya nyaman untuk ngobrol. Tempatnya di Pasar Jejeran.
Beberapa saat menunggu di perempatan Jejeran, Ifan akhirnya datang dan membawa saya ke Sate Klathak “Pak Bari” yang berjualan di kompleks Pasar Jejeran. Sekitar jam setengah delapan malam, nampak beberapa orang telah menikmati sajian berbahan kambing. Mereka ada yang makan di meja, ada pula yang lesehan di tikar. Saya mengajak Ifan untuk memilih lesehan. Makan secara lesehan di atas gelaran tikar akan lebih nikmat.
2 porsi Sate Klathak dan Teh Manis pesanan kami datang dalam beberapa (puluh) menit kemudian. Empat tusuk sate dalam satu piring rupanya adalah 2 porsi pesanan kami tadi. Dua piring nasi, dan kuah gule kambing yang disajikan dalam piring melengkapi pesanan kami.
“Kita tadi pesan 2 porsi?” tanya saya. Ifan menjawab tiap porsi sate Klathak memang berisi dua tusuk. Dan itu dagingnya sudah cukup.
“Kalau begitu, pesan dua porsi lagi.”
“Hah”, Ifan sedikit terkejut. Kemudian memenuhi permintaan saya untuk memesan 2 porsi sate lagi.
Setengah tidak percaya, Ifan bertanya bagaimana menghabiskan keempat porsi sate yang dipesan. Saya menjawab santai. “Yang penting kita membayar pesanan sate itu. Bagaimana menghabiskannya, itu urusan nanti.” Saya terus berkelakar sambil menggigit potong demi potong sate yang didominasi rasa asin itu.
Sate Klathak memang berasa asin. Sate ini hanya dibumbui dengan garam, entah ditambah bumbu rahasia, kemudian di panggang di atas bara api. Ini yang sangat membedakan dengan kebanyakan sate kambing yang menggunakan bumbu kecap atau bumbu kacang. Menjadi lebih unik, sate ini menggunakan tusuk sate beruba jeruji sepeda. Saya sendiri tidak tahu maksud digunakan jeruji roda sepeda sebagai tusuk sate.
Tentang kuah gulai kambing yang disertakan, saya baru tahu cara menggunakannya setelah melihat bagaimana cara Ifan. Kuah gulai ini dicampurkan ke nasi putih. Saya sendiri mencicipi kuah gulai sedikit-sedikit saja. Saya tidak mau kehilangan cita rasa klathaknya.
Ini adalah sate kambing yang se-kambing-kambing-nya. Rasa dan aroma aseli daging tidak tertindas oleh kuatnya bumbu kecap, bumbu kacang, atau bumbu lain. Perbedaan antara ketika lidah saya melumat daging dan lemak sebenarnya petualangan rasa. Ada kalanya saya menemukan bagian sate yang rasanya mirip dengan “olan-olan” yang dibakar. Tahu apa itu “olan-olan”? Adalah ulat pohon, yang biasanya ditemukan di dalam batang jati dan turi dimana di desa saya dulu biasa dinikmati dengan cara dibakar.
Satu porsi Sate Klathak yang terdiri dua tusuk sate dan sepiring nasi habis dalam beberapa menit. Menuju porsi kedua, Ifan rupanya tidak sanggup saya ajak melanjutkan setelah menghabiskan tiga tusuk klathak. Mungkin takut gemuk, perut buncit atau tensi naik. Saya santai saja menghabiskan porsi ketiga dengan dua piring nasi. Saya memang lapar malam itu.
Kesimpulannya, Ifan mungkin tidak salah lebih suka memilih mengajak saya makan Sate Klathak “Pak Bari” di Pasar Jejeran ini. Buktinya selain saya menghabiskan tiga porsi sate, lesehan di atas gelaran tikar di tengah pasar membuat saya betah berlama-lama ngobrol di sini. Saya tertarik suatu saat bisa makan di sini lagi. Mengomentari foto yang saya unggah di Facebook, Mbak Ferdina Maharani, teman saya, menyarankan daging kicik Pak Bari cukup recommended. Berarti saya perlu mencoba.
Harga Sate Klathak “Pak Bari” tidak mahal. Rp 15.000,- per porsi. Keselurahan yang saya pesan: 4 sate, 3 piring nasi dan 2 gelas teh manis cukup dibayar kurang dari Rp 80.000,- Maaf saya lupa tidak menghitung uang kembalian dari Pak Bari.
waaaaaaaaaaah, menggoda sekali,,murah dan enak pastinya 🙂
Mas nya makan apa ngamuk nih…hehehe
Wisata Kuliner Jogja Murah dan Enak dengan Gudeg yang legit dan gurih karena campuran santan serta nangka untuk cita rasa yang lezat. Jika anda bingung karena banyaknya penjual Gudeg di Jogja, anda dapat membeli salah satu yang populer yakni Gudeg Yu Djum.
Hemmmm enak banget sepertinya,,,, perlu di coba sepertinya
Ping balik: Mau Jelajahi Sudut-Sudut Jogja, Pakai UBER Saja – Gadget, Running & Travelling Light