i-Nteraksi yang memperpanjang usia

Saat itu Selasa pagi. Kalau tidak salah tanggal 2 Maret kemarin.  Kira – kira jam 08:00 pagi saat saya merebahkan tubuh di kursi yang sengaja saya tata berderet rapat cukup untuk seukuran badan. Itu adalah ruang Lab di tempat saya memeras keringat untuk menjaga jalinan hidup berlangsung tak terputus. Tubuh saya yang merebah di deret kursi itu sedang menggigil menderita deman dimana susah tertahankan untuk tetap beraktifitas.

Tidur. Rasanya itu bukan tidur. Melainkan angan angan ini terus melayang layang sengaja untuk sedikit melupakan rasa derita. Dalam berangan angan itu saya membayangkan seperti, seandainya saya hidup dijaman batu atau di jaman berburu dan meramu dimana peradaban belum menjadi serumit –bahasa orang egois jaman sekarang, adalah ‘berperadaban’– sekarang.

Membayangkan suatu waktu dijaman beheula itu saya sedang sakit semenderita sekarang, tidak punya rumah tinggal permanen alias hidup di gua atau tidur di ranting dan dahan dahan pohon, sementara untuk mengurus kebutuhan perut saya harus berlari lebih kencang untuk binatang buruan, mencari minuman dari aliran air bersih atau mungkin tiba tiba saya perlu berkelahi menghadapi binatang buas atau suku – suku bermusuhan tiba tiba juga datang menyerang.

Bila kejadianya benar – benar seperti itu maka akan mudah dibayangkan apa yang akan terjadi menimpa .

Hampir bisa dipastikan saya termasuk didalam yang gagal menempuh uji seleksi alam. Harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan.

Untungnya saya hidup di tengah tengah tingkat peradapan yang berada sedikit lebih tinggi dari peradapan ‘berburu dan meramu’. Di tengah tengah pola hubungan antar manusia yang semakin rumit karena interaksinya dengan banyak elemen alam. Entah interaksi dan saling intervensi ini disadari atau tidak.

Kejadian lain adalah ketika kemarin sore saya mengantarkan seorang nenek nenek tetangga ke poliklinik karena sakit di usia yang menyenja –tua dan semakin tua– Nenek nenek ini kesehatanya berangsur membaik kemudian setelah mendapatkan perawatan medis. Dia tidak perlu terlalu menderita sakit sakitan disisa usia, bahkan berkesempatan bernafas menghirup udara lebih lama dan berkualitas.

Empati dan Fitur Belas Kasih dari anak anak dan cucu si nenek memang penting. Di tambah dengan solidaritas dari tetangga dekat. Namum demikian, menurut saya itu saja belum cukup.  Karena sejak awal awal peradaban manusia pun empati dan belas kasih mungkin telah ada. Dan hanya dapat berbuat dalam taraf taraf tertentu yang terbatas.

Perawatan medis moderen sebagai produk peradapan dalam kasus ini memainkan peran yang penting. Teknologi interaksi dan cara – cara baru manusia berkomunikasi bisa dipertimbangkan lebih banyak peran pentingnya. Dalam contoh kasus si nenek ini, keluarga bisa lekas lekas menggunakan teknologi komunikasi untuk menelpon jasa angkutan. Kemudian dengan teknologi transportasi, nenek tidak perlu lama lama dijalanan untuk segera mendapat perawatan  sehingga rasa sakitnya lebih terkendali.

Pada tingkatan yang lebih rumit, mungkin lebih maju, mungkin simbah ini tidak akan lagi memerlukan belas kasih siapapun karena mempunyai asuransi kesehatan dan bisa dengan sendirinya menekan tombol emergency pada ponsel untuk mendapatkan pelayanan medis dan tindakan dari perusahaan asuransi.

‘Interaksi’ bermain dengan cara yang rumit dan unik dalam kasus ketika saya sedang sakit. Saya tetap akan mendapatkan bayaran walaupun tidak dapat bekerja seperti biasa selama beberapa hari karena sakit. Ada semacam subsidi silang dari interaksi. Interaksi antara manusia dengan manusia , pengetahuan dan elemen elemen dunia. Tidak akan ada mati kelaparan untuk saya karena tidak mendapatkan binatang buruan selama 2 atau 3 hari.

Yah, Life is Like that

Tinggalkan komentar