[menggunakan] Pendekatan Sastra?

Pada hari Minggu kemarin, 30 Nopember 2008, saya mengikuti acara diskusi buku di aula kecamatan Paliyan yang diprakarsai oleh Karang Taruna kecamatan. Terlepas dari pengalaman pribadi, latar belakang ketertarikan dan ekspekstasi intelektual saya (yang sempit), ada satu hal yang [cukup] menarik perhatian saya. Salah seorang dari ketiga juri diskusi dalam sebuah penutupan sesi berkata kepada bahwa “Pahami dan nikmatilah sebagai suatu karya sastra” Memang yang menjadi bahan diskusi tersebut adalah sebuah novel, karya Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi. Pembicara tersebut menambahkan bahwa, suatu karya sastra tidak harus selalu *nyambung dengan fakta sejarah atau fakta fakta non fiksi lainya. Beliau mencontohkan cerita Aryo Penangsang yang walaupun banyak hal yang ditemuakan rancu kaitanya dengan fakta sejarah, namun demikian cerita Aryo Penangsang tersebut tetap dianggap sebagai Karya Sastra yang bagus.

Sekali lagi menurut *pandangan subyektif saya, definisi bagus dan tidak sesuatu, termasuk karya sastra, merupakan sebuah fungsi waktu. Bagus pada penilaian suatu jaman pasti akan digantikan dengan standar bagus pada tahun tahun berikutnya sama seperti ketika munculnya teori baru mamatahkan teori sebelumnya, dlsb. Menurut saya, perkembangan peradaban dan era informasi secara sangat signifikan mempengaruhi cara orang orang meng apresiasi suatu karya sastra. Manusia modern pasti tidak akan pernah suka dibohongi secara vulgar atau diperlakukan dengan fakta fakta tanpa logika. Dalam hal ini, saya menebak bahwa popularitas cerita Aryo Penangsang terjadi ditengah tengah arus informasi yang bisa dikatakan masih jalan di tempat dan tingkat pengetahuan manusia kebanyakan yang masih pas pas an dan arus sosial yang belum se*post modernisme sekarang.

Loncatan Loncatan era pengetahuan dan informasi telah merubah banyak hal dan memproduksi manusia manusia modern yang kritis dengan tingkatan penilaian terhadap termasuk definisi karya sastra yang bagus.